SUARA RAKYAT, JANGAN DIBELI? - Di tengah hiruk-pikuk pemilu legislatif, muncul satu kisah menarik tentang keberanian melawan praktik politik uang (money politik). Seorang koordinator desa (kordes) berinisial AW memilih mundur dari tugasnya setelah menyadari dirinya dijadikan alat untuk membeli suara rakyat.
Awalnya, AW menerima tawaran menjadi kordes karena ia percaya pada visi dan misi calon legislatif yang menurutnya membawa harapan untuk perubahan di desanya. Tugas utamanya hanya mendata relawan atau warga yang potensial menjadi pemilih. Ia bekerja dengan semangat, berkeliling dari rumah ke rumah, mendengarkan aspirasi warga, dan menyampaikan harapan tentang perubahan yang dijanjikan oleh caleg tersebut.
Namun situasi mulai berubah saat AW diberi beberapa amplop berisi uang pecahan seratus ribuan. “Tolong disalurkan ke warga yang sudah didata, ini untuk memastikan mereka benar-benar memilih,” kata salah satu tim sukses kepada AW. Hati kecilnya langsung terusik.
“Ini bukan yang saya perjuangkan,” ungkap AW saat menceritakan pengalamannya. Ia merasa ada yang janggal. Niat awalnya hanya ingin membantu seorang calon yang ia anggap layak, bukan menjadi kaki tangan dalam praktik curang yang merusak demokrasi.
Dengan berat hati, AW memutuskan mundur dari tugas sebagai kordes. Keputusan itu tidak mudah. Tak lama setelah pengunduran dirinya, beberapa orang justru menuntut ganti rugi, mengaku tidak menerima uang sebagaimana dijanjikan, padahal AW sendiri tidak pernah membagikannya. Ia menjadi sasaran fitnah dan tekanan sosial dari berbagai pihak.
“Saya difitnah makan uang, padahal saya tidak pernah menyentuh sepeser pun,” ujar AW.
Meski tertekan, AW tetap teguh pada pendiriannya. Ia lebih memilih menjaga integritas daripada ikut andil dalam permainan kotor politik. Baginya, suara rakyat adalah amanah, bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan segepok uang.
Melawan Praktik Politik Uang: Sebuah Tindakan Berani
Cerita AW menjadi pengingat bahwa praktik politik uang masih menjadi ancaman serius bagi kualitas demokrasi kita. Tapi kisah ini juga menumbuhkan harapan — bahwa masih ada orang-orang jujur yang berani melawan arus, demi masa depan yang lebih bersih dan adil.
“Saya hanya ingin menyuarakan bahwa tidak semua orang bisa dibeli. Kita butuh pemimpin yang menang karena dipercaya, bukan karena membayar,” tegas AW.
Pesan Moral:
Money politik memang menggiurkan, tapi dampaknya bisa merusak tatanan demokrasi. Keberanian AW menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari keberanian untuk berkata “tidak” pada ketidakadilan. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih, dan tidak membiarkan uang menjadi penentu masa depan bangsa.
.png)

Komentar0