SUARA RAKYAT, JANGAN DIBELI? - Malam masih sunyi ketika Raka, seorang pengemudi ojek online (ojol), melintas di salah satu jalan protokol di Jakarta Selatan. Saat itu jam menunjukkan pukul 02.15 dini hari. Ia baru saja menyelesaikan order terakhirnya, berharap bisa segera pulang dan beristirahat setelah seharian mencari nafkah.
Namun, harapan itu buyar ketika sebuah lampu senter dari pinggir jalan tiba-tiba menyorot wajahnya. “Pinggir, Mas!” suara tegas seorang pria berseragam polisi menghentikannya. Raka menepi tanpa perlawanan. Ia merasa tak melakukan pelanggaran apa pun — semua surat lengkap, lampu menyala, helm terpasang, dan ia tidak melanggar marka.
Tapi, yang terjadi kemudian justru membuat Raka merasa seperti terdakwa.
Puluhan pertanyaan dilontarkan:
"Kamu dari mana?"
"Kenapa jam segini masih keluyuran?"
"Ini bukan jalur motor, tahu?"
"Sudah dicek STNK-nya? Asli?"
Meski Raka menjawab dengan tenang dan menunjukkan semua kelengkapan berkendara — SIM, STNK, bahkan helm SNI — tetap saja, nada curiga tak surut dari sang oknum.
“Ada indikasi kamu melintas di jalan terbatas,” ujar salah satu polisi. Padahal, tidak ada rambu larangan yang ia langgar. Tapi semakin dijawab, Raka malah makin tertekan. Ia merasa bersalah tanpa tahu kesalahannya.
Hingga akhirnya, salah satu dari mereka berkata,
“Kalau enggak mau ribet, bantu aja seikhlasnya untuk ‘proses cepat’.”
Dengan pasrah, Raka membuka dompetnya. Uang terakhir yang tersisa — Rp150 ribu hasil order seharian — pun ikut lenyap bersama hilangnya rasa keadilan malam itu.
Ketika Seragam Digunakan untuk Menekan, Bukan Melindungi
Kisah Raka bukan satu-satunya. Banyak pengemudi ojol dan masyarakat umum yang merasa terintimidasi ketika dihentikan oleh aparat, meskipun tidak melanggar hukum. Dalam kondisi sunyi dan sepi, tekanan mental dari pertanyaan-pertanyaan bernada tuduhan dapat membuat siapa pun merasa bersalah, walau tak bersalah.
“Saya tidak melawan, saya hormat pada polisi. Tapi malam itu saya merasa seperti pencuri, bukan warga negara,” ujar Raka.
Pentingnya Kesadaran Hukum dan Keberanian Bicara
Kasus semacam ini menegaskan perlunya masyarakat memahami hak-haknya saat berhadapan dengan aparat hukum. Jangan takut untuk bertanya balik, mendokumentasikan interaksi, dan melaporkan ke Divisi Propam jika merasa ada penyimpangan.
Kita butuh polisi yang melindungi, bukan menekan. Kita butuh hukum yang adil, bukan harga yang bisa ditawar.
Pesan Moral:
Seragam adalah simbol kepercayaan publik, bukan alat untuk menakut-nakuti. Jalanan Indonesia akan lebih aman jika hukum ditegakkan dengan hati, bukan dengan intimidasi.
.png)

Komentar0